Faktor Lingkungan Sedimentasi Batuan Karbonat
Proses sedimentasi karbonat pembentuk batuan karbonat sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, khususnya faktor lingkungan. Pada dasarnya, batuan karbonat terbentuk dari proses sedimentasi karbonat di lingkungan perairan (dasar laut), sehingga faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain salinity (kadar garam), water depth (kedalaman), water clarity (kejernihan air), dan water temperature (suhu).
Unsur karbonat pembentuk batuan karbonat umumnya berasal dari hasil aktivitas organisme laut seperti terumbu karang, sehingga hampir seluruh faktor yang mempengaruhi sedimentasi karbonat secara tidak langsung merupakan faktor yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan organisme sebagai sumber karbonat tersebut. Air laut, lingkungan sedimentasi karbonat dan ekosistem organisme sumber karbonat memiliki karakteristik khas dengan kandungan garamnya. Kadar garam (salinity) ini akan mempengaruhi organisme sumber karbonat, karena pada umumnya sebagian besar organisme akan bertahan hidup dalam lingkungan bersalinitas yang relatif rendah dan stabil. Selain itu, faktor cahaya juga menjadi hal vital karena matahari sebagai salah satu sumber kehidupan organisme laut hanya dapat mencapai kedalaman tertentu, maka sedimentasi karbonat tidak akan ditemukan pada kedalaman di bawah batas cahaya matahari (kedalaman maksimum terjangkaunya cahaya matahari). Faktor keterjangkauan cahaya tersebut juga tidak lepas dari faktor kejernihan (water clarity), karena air yang jernih memungkinkan cahaya matahari untuk dapat menjangkau lebih dalam kedalaman air laut, dan intensitasnya lebih besar apabila dibandingkan dengan keadaan keruh sehingga kesempatan organisme sebagai sumber karbonat akan lebih luas dan bervariasi.
Umumnya, batuan karbonat lebih banyak ditemukan di lingkungan tropis dan subtropis, sehingga faktor temperatur menjadi sangat penting pula disamping faktor salinitas, kedalaman, dan kejernihan perairan. Karena organisme sumber karbonat pada umumnya dapat hidup dengan baik dalam lingkungan yang hangat. Jadi secara singkat, keberlangsungan proses sedimentasi karbonat hasil aktivitas organisme perairan (laut) dapat terjadi apabila lingkungan hangat, jernih, bersalinitas rendah dengan kedalaman yang sedang hingga dangkal, karena pada kondisi ini keberlangsungan organisme sumber karbonat dapat terjamin.
!
Batuan Karbonat Klastik dan Non Klastik
Pada umumnya, batuan karbonat tergolong dalam batuan sedimen non klastik karena pembentukkannya sebagai hasil dari proses kimiawi maupun biokimia, yaitu dari sedimentasi unsur karbonat organik terlarut. Namun pada dasarnya, batuan karbonat memiliki pengertian yaitu batuan yang memiliki kandungan material karbonat lebih dari 50% yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil presipitasi langsung (Rejers & Hsu, 1986). Atau secara singkat, batuan karbonat adalah batuan dengan minimal 50% komponen utamanya berupa mineral karbonat, sebagaimana contohnya adalah batugamping yang mengandung kalsium karbonat 95%.
Dari pengertiannya tersebut dapat diketahui bahwa batuan karbonat tidak harus selalu tergolong dalam batuan sedimen non klastik. Contoh nyata dalam hal ini berupa batugamping klastika (batuan sedimen klastika karbonat), dimana merupakan batuan sedimen klastik dengan kandungan mineral utamanya adalah mineral karbonat (kalsit).
!
Pembentukan Goa dan Sedimentasi Karbonatnya
Goa merupakan suatu lubang di bawah permukaan tanah yang terbentuk secara alami dari proses alam. Ada beberapa jenis goa apabila ditinjau dari proses terbentuknya, yaitu Goa Batu Gamping, Goa Lava Basalt, dan Goa Abrasi. Dari beberapa jenis goa tersebut, goa yang paling umum ditemukan yaitu Goa Batu Gamping dengan proses pembentukkannya yang paling luas dan intensif.
Goa Batu Gamping adalah goa yang terbentuk pada lingkungan/formasi batuan karbonat (batu gamping) yang membentuk karakteristik dari bentang alam Karst. Pembentukan goa ini menjadi intensif pada batu gamping, karena apabila mengingat komposisi dan sifat batuan yang didominasi unsur karbonat CaCO3 yang akan reaktif apabila bereaksi dengan larutan asam, khususnya larutan asam yang mengandung CO2. Sesungguhnya ada beberapa teori klasik pembentukan Goa Batu Gamping ini yang menghubungkannya dengan keberadaan water table, namun pada dasarnya goa ini terbentuk dari hasil pelarutan air yang bersifat asam lemah (reaksi HCl terhadap CO2) pada batuan karbonat (batu gamping), sehingga dalam jangka panjang akan menimbulkan lubang-lubang/retakan-retakan pada batuan karbonat yang akan berkembang lebih intensif lagi dengan adanya proses erosi atau abrasi.
Secara sederhana, proses pelarutan dalam batuan karbonat adalah CaCO3 + H2O + CO2 ↔ Ca+ 2HCO3. Dari persamaan reaksi tersebut mengindikasikan bahwa selain mengalami pelarutan yang menyebabkan pelubangan batuan karbonat juga terjadi pembentukan kembali karbonat, yaitu dimana ketika karbonat terlarut tersebut mengalami sedimentasi dan kehilangan unsur air (H2O + CO2). Hasil dari proses balik ini pada akhirnya akan membentuk hiasan goa seperti stalagmit dan stalaktit.